Deja Vu; kajian ilmiah menggunakan teori psikologi

Subhanallah
Alhamdulillah. Masih diizinkan dan diberi kesempatan untuk menulis lagi.

Kali ini seperti yang terbaca di judul postingan, saya akan membahas tentang Déjà vu. Ada yang tau apa itu déjà vu?

Kalo kata Om Wiki sih, Déjà vu (pengucapan dalam bahasa Inggris: /ˈdeɪʒɑ ˈvuː/ pengucapan bahasa Perancis: [/deˈʒa ˈvyː/]) adalah sebuah frasa Perancis yang artinya secara harafiah adalah "pernah melihat" atau "pernah merasa". Maksudnya adalah mengalami sesuatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Fenomena ini juga disebut dengan istilah paramnesia dari bahasa Yunani para (παρα) yang artinya ialah "sejajar" dan mnimi (μνήμη) "ingatan".

Déjà vu sendiri dibedakan menjadi beberapa bagian lagi, di antaranya:
  1. Déjà Vu. Déjà vu jenis ini yang paling banyak terjadi dimana kita pernah merasakan suatu kondisi yang sama sebelumnya dan yakin pernah terjadi di masa yang lampau dan berulang kali. Sering kali pada saat itu individu akan diikuti oleh perasaan takut, rasa familiar yang kuat, dan merasa aneh.
  2. Déjà Vécu. Perasaan yang terjadi pada Deja Vecu lebih kuat daripada déjà vu. Deja vecu seseorang akan merasa pernah berada dalam suatu kondisi sebelumnya dengan ingatan yang lebih detail seperti ingat akan suara ataupun bau.
  3. Déjà Senti. Déjà Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Suatu ketika kamu pernah merasakan sesuatu dan berkata “Oh iya saya ingat!” atau “Oh iya saya tahu!” namun satu dua menit kemudian sadar bahwa sebenarnya kamu tidak pernah berbicara apa pun.
  4. Jamais Vu. Jamais Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari déjà vu. Kalau déjà vu mengingat hal-hal yang sebenarnya belum pernah dilakukan sebelumnya, Jamais Vu lain lagi. Tipe déjà vu semacam ini justru tiba-tiba kehilangan memorinya dalam mengingat sesuatu hal yang pernah terjadi dalam diri. Hal ini bisa terjadi karena kelelahan otak.
  5. Déjà Visité. Déjà vu tipe ini lebih menitikberatkan pada ingatan seseorang akan sebuah tempat yang belum pernah ia datangai sebelumnya tapi merasa pernah merasa berada pada lokasi yang sama. Déjà Visité berkaitan dengan tempat atau geografi.
Tapi, apa sih sebenarnya déjà vu? Apakah orang-orang yang mengalami déjà vu adalah orang-orang dengan six sense? Apakah déjà vu memang ingatan samar dari ingatan masa lalu atau mimpi? Ataukah déjà vu adalah semacam gambaran samar tentang masa depan?

Nah, saya akan coba bahas déjà vu ini dengan teori Kesadaran Kolektif-nya Carl Gustav Jung. Eitss..siapa lagi nih si Jung? (bacanya hYung, kayak nama orang-orang Asia Timur gitu, padahal ini tokoh asli Swiss, nah lho). Tapi, apalah arti sebuah nama..

Duh malah ngelantur, jadi…Jung adalah salah seorang tokoh psikologi yang terkenal, lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswil, sebuah kota di Danau Constance, Swiss. Jung merupakan salah satu tokoh yang dari pendekatan psikologi, psikodinamika, dengan teorinya yaitu kesadaran, ketidaksadaran personal, dan ketidaksadaran kolektif.

Kesadaran (conscious) adalah suatu bagian dalam jiwa yang dapat dirasakan dan dikendalikan secara sadar.

Ketidaksadaran personal (personal unconscious) adalah seluruh pengalaman yang terlupakan, ditekan, atau dipersepsikan secara subliminal pada seseorang. Ketidaksadaran tersebut mengandung ingatan dan impuls masa silam, kejadian yang terlupakan, serta berbagai pengalaman yang disimpan dalam alam bawah sadar. Ketidaksadaran ini dibentuk oleh pengalaman individual. Dengan demikian, hal tersebut akan menjadi sangat unik bagi seseorang. Materi ketidaksadaran personal ini disebut kompleks. Sebuah kompleks merupakan akumulasi dari kumpulan gagasan yang diwarnai dengan perasaan.

Ketidaksadaran kolektif (collective unconscious) merupakan kebalikan dari ketidaksadaran personal di mana di sini pengalaman individu tersebut sudah mengakar dari masa lalu leluhur seluruh spesies. Isi fisik yang menyertai ketidaksadaran kolektif diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai sebuah kondisi psikis yang potensial. Pengalaman nenek moyang yang terdahulu dengan konsep universal seperti Tuhan, Ibu, Bumi, dan lainnya, telah ditransmisikan dalam beberapa generasi sehingga orang berada dalam suatu kondisi dan waktu yang dipengaruhi oleh pengalaman primordial primitif nenek moyangnya. Dengan demikian, isi dari ketidaksadaran kolektif adalah kurang lebih sama pada seluruh budaya di dunia. Isi dari ketidaksadaran kolektif ini tidak diam begiu saja tanpa berkembang, melainkan ia aktif dan memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan seseorang. Ketidaksadaran kolektif bertanggung jawab terhadap kepercayaan terhadap agama, mitos, serta legenda.

Salah satu materi dari ketidaksadaran kolektif ini adalah arketip (archetype), yaitu bayangan-bayangan leluhur atau arkaik (archaic) yang datang dari ketidaksadaran kolektif. Arketip sama dengan kompleks karena mereka merupakan kumpulan bayangan-bayangan yang diasosiasikan dan diwarnai dengan sangat kuat oleh perasaan. Perbedaan kompleks dengan arketip adalah kompleks merupakan komponen ketidaksadaran personal yang diindividuasi, sedangkan arketip merupakan konsep yang umum dan muncul dari isi ketidaksadaran kolektif.

Arketip mempunyai dasar biologis, tetapi asal terbentuknya melalui pengulangan pengalaman dari para leluhur manusia. Pada seorang manusia, terdapat arketip yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Arketip ini aktif pada saat proses pertemuan pengalaman personal dengan bayangan primordial laten. Arketip tidak dapat muncul sendiri, tetapi ketika aktif muncul dalam beberapa bentuk, kebanyakan muncul dalam bentuk mimpi, fantasi, dan delusi.

Itu apaan tuh yang di highlight? Haha…itu dia keyword-nya. Hubungan teori yang super duper panjang ini dengan bahasan saya kali ini tentang déjà vu.

Pertama, arketip ini aktif pada saat proses pertemuan pengalaman personal dengan bayangan primordial laten. Nah, sebenernya sih ngga perlu dijelasin lagi yah. Satu kalimat ini sudah cukup menjelaskan semuanya sih kalo menurut aku, but okay…mari dibahas. Ketika seseorang merasa atau berpikir bahwa ia sedang mengalami déjà vu, sebenernya pada saat ini sedang terjadi pertemuan pengalaman personal yang baru saat itu dia alami dengan pengalaman primordial laten alias pengalaman nenek moyang alias arketip alias kesadaran kolektif yang dimilikinya. Analoginya gini, kamu install sebuah aplikasi X di PC-mu, lalu karena folder PC-mu yang berantakan, kamu lupa tentang aplikasi X tersebut. Suatu hari kamu online dan tertarik dengan aplikasi X yang disediakan sebuah website, ketika kamu ingin menginstall-nya, akan ada pemberitahuan di PC-mu yang kata-katanya kira-kira begini “Application X already installed, do you want to update it?”. Yapp…pengalaman itu sudah ada sejak lama di ingatanmu, hanya saja tersimpan di bagian tidak sadar, sehingga ketika suatu waktu kamu mendapati pengalaman serupa, kamu merasa dan berpikir bahwa kamu déjà vu.

Kedua, arketip kebanyakan muncul dalam bentuk mimpi, fantasi, dan delusi. See? Suatu waktu, pengalaman nenek moyang itu muncul di dalam mimpi, lalu kemudian kamu mengalami sebuah pengalaman yang serupa dengan mimpi tersebut, kamu merasa dan berpikir bahwa kamu sedang mengalami déjà vu.

Sebagian besar teori psikodinamika, termasuk di dalamnya teori Jung ini adalah teori yang bersifat subjektif dan filosofis, bahkan terkesan tidak ilmiah. Ada beberapa bagian yang tidak memenuhi syarat untuk dapat disebut sebagai teori, namun ada beberapa bagian pula yang memenuhi syarat untuk dapat disebut teori. Namun, di luar bahasan apakah ini ilmiah atau tidak, secara praktik, teori Jung masih terus digunakan hingga saat ini, terapi-terapi yang dipopulerkannya pun terus dikembangkan oleh para psikolog-psikolog dunia hingga saat ini. Justru dengan pembahasan dan penelitian terus-meneruslah sebuah teori yang tadinya dikatakan tidak ilmiah akan menjadi ilmiah. Seperti ketika Thales dinyatakan gila ketika mengungkapkan bahwa bumi itu bulat. Bertahun-tahun kemudian, Galileo Galilei (1546-1642) menyatakan hal yang sama dan dihukum mati oleh otoritas gereja. Dan Copernicus (1443-1573) pun turut melengkapi pernyataan ini. Pelayaran Columbus menemukan benua Amerika merupakan bukti nyata dari semua teori yang telah diungkapkan ilmuwan-ilmuwan sebelumnya.

Maka, teruslah berkarya, teruslah menulis, karna ilmu yang kita miliki saat ini hanya sebagian petunjuk untuk memecahkan teka-teki yang lebih sulit lagi.

Referensi:
Feist, J., Feist, G. J. (2010). Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika. 
http://id.wikipedia.org/wiki/D%C3%A9j%C3%A0_vu 
http://sragenholic.blogspot.com/2010/08/pengertian-dejavu-dan-rahasia-di-balik.html