Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV Text Revision (DSM-IV-TR)
![]() |
Source: Google |
Sistem penggolongan perilaku abnormal sudah ada sejak zaman dahulu. Hippocrates contohnya, menggolongkan perilaku abnormal berdasarkan teorinya tentang cairan tubuh. Walaupun teori tersebut memiliki beberapa kekurangan, sejumlah kategori diagnostik yang ada di dalamnya sesuai dengan yang ada dalam sisem diagnostik modern saat ini. Uraian Hippocrates tentang melankolia misalnya, serupa dengan konsep depresi dewasa ini. Sepanjang Abad Pertengahan, pihak otoritas gereja menggolongkan perilaku abnormal atas dasar penyebabnya, yaitu akibat kerasukan setan atau akibat alamiah. Psikiater asal Jerman, Emil Kreapelin, pada abad ke-19 adalah orang pertama yang mengemukakan teori modern mengenai penggolongan secara komprehensif berdasarkkan karakteristik-karakteristik atau simtom, yang dikaitkan dengan pola perilaku abnormal. Sistem penggolongan atau klasifikasi yang paling umum digunakan dalam ilmu psikologi saat ini adalah pengembangan dan perluasan dari konsep Kreapelin, yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Assosiation.
Kenapa sih perilaku abnormal harus diklasifikasikan? Penting banget ya? Penting dong, prinsipnya sama dengan penggolongan penyakit dalam ilmu medis, penyakit kulit panu dengan penyakit kulit jerawat dibedakan, karena apa? Karena gejala yang timbul beda, keluhan yang muncul beda, area penyakit pun berbeda secara anatomis, maka penanganannya pun berbeda. Sama halnya seperti perilaku abnormal, perilaku cemas dengan perilaku fobia memang berasal dari satu sebab, tapi simtom yang dimunculkan berbeda, lamanya serangan berbeda, kemunculan serangan berbeda sebab dan waktu, penanganannya pun berbeda pula. Penggolongan dan klasifikasi perilaku abnormal dimaksudkan agar ilmu tersebut dapat terus dikomunikasikan sehingga akan terus berkembang. Keputusan diagnosis pun diambil berdasarkan penggolongan ini, keputusan diagnosis untuk penderita paranoid tentu berbeda dengan keputusan diagnostis untuk penderita skizofrenia. Penggolongan pun dimaksudkan untuk dapat mengindentifikasi dan memprediksi suatu perilaku abnormal berdasarkan kategori yang telah distandarkan.Pada tahun 2000, APA menerbitkan DSM-IV-TR, Revisi Teks (Text Revision = TR) dari Edisi Keempat (DSM-IV). DSM menggolongkan perilaku abnormal sebagai gangguan mental, yang mencakup distres emosional dan/ataupun hendaya (impairment). Diagnosis gangguan mental dalam DSM mensyaratkan bahwa pola perilaku tidak mewakili suatu respons terhadap suatu budaya atau pola perilaku yang muncul sebagai akibat peristiwa stres hebat, seperti kehilangan orang tercinta. Sekalipun yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda kedukaan melalui pola perilaku hendaya yang signifikan, tidak serta merta menjadikannya didiagnosis mengalami gangguan mental. Namun, apabila pola perilaku tersebut bertahan secara signifikan dan berlangsung selama periode waktu yang cukup lama, diagnosis gangguan mental barulah digunakan.
DSM bersifat deskriptif, namun tidak bersifat menjelaskan. DSM menguraikan ciri-ciri diagnostik– atau, dalam istilah medis, simtom-simtom – dari perilaku abnormal dan bukan berusaha menjelaskan penyebabnya.
- Menggunakan kriteria diagnostik
yang spesifik.
Kategori diagnnostik dideskripsikan melalui ciri-ciri esensial (kriteria
yang harus ada agar diagnosis dapat ditegakkan) dan ciri-ciri asosiatif
(kriteria yang sering diasosiasikan dengan gangguan tetapi tidak esensial
dalam penegakan diagnosis).
- Pola perilaku abnormal yang
memiliki ciri-ciri klinis sama dikelompokkan menjadi satu. Pola
perilaku abnormal dikategorisasikan menurut ciri-ciri klinis yang
sama-sama dimiliki, bukan spekulasi teoritis tentang penyebab perilaku
tersebut.
- Sistem bersifat multiaksis. DSM
memakai suatu sistem assessment yang multiaksis atau multidimensional yang
menyediakan jangkauan informasi yang luas tentang fungsi individu, tidak
hanya suatu diagnosis saja.
a. Aksis I meliputi suatu
penggolongan sindrom klinis, yang mencakup secara luas berbagai macam kelompok
diagnostik. Di dalamnya mencakup gangguan kecemasan, gangguan mood, skizofrenia
dan gangguan psikotik lainnya, gangguan penyesuaian, dan gangguan yang umumnya
didiagnosis pertama kali pada masa bayi, masa kanak-kanak, dan masa remaja.
Aksis I juga mencakup permasalahan-permasalahan yang menjadi focus diagnosis
tetapi bukan merupakan gangguan mental, seperti problem akademik, pekerjaan
atau sosial, dan faktor-faktor psikologis yang memengaruhi kondisi-kondisi
medis.
b. Aksis II meliputi
gangguan kepribadian, mencakup di dalamnya pola perilaku maladaptive yang
sangat kaku dan bertahan. Biasanya mengganggu hubungan antar pribadi dan
adaptasi sosial, termasuk gangguan kepribadian antisosial, paranois, narsistik,
dan gangguan kepribadian ambang.
c. Aksis III,
kondisi-kondisi medis umum, gangguan dan kondisi medis yang mungkin penting
bagi pemahaman atau pengobatan gangguan mental individu. Kondisi medis yang
memengaruhi penanganan atau pemahaman suatu gangguan mental tetapi bukan
penyebab langsung dari gangguan juga diklasifikasikan pada Aksis III.
d. Aksis IV, problem
psikososial dan lingkungan, daftar problem psikososial dan lingkungan yang
diyakini memengaruhi diagnosi, penanganan, atau prognosis suatu gangguan mental
(permasalahan dengan kelompok pendukung utama, problem yang berkaitan dengan
lingkungan sosial, problem pendidikan, problem pekerjaan, problem pekerjaan,
perumahan, dll)
e. Aksis V, assessment
fungsi secara global, mengacu pada assessment menyeluruh seorang klinisi
tentang fungsi psikologis, sosial, dan pekerjaan klien.
DSM mengakui bahwa beberapa pola
perilaku abnormal, disebut sindrom terkait-budaya (culture-bound syndroms) muncul hanya pada satu budaya, atau pada beberapa
budaya saja, dan tidak pada budaya lainnya, menunjukkan bahwa budaya dan
lingkungan spsial mempunyai pengaruh penting pada pengembangan perilaku
abnormal.
Kelebihan DSM adalah terletak pada
penggolongannya yang spesifik dan multiaksis sehingga dapat memberi gambaran
yang komprehensif tentang fungsi psikologis seseorang. Namun, kelemahan DSM
yang selalu menjadi bahan permasalahan selama ini adalah banyaknya pemahaman
gangguan mental menggunakan prinsip medis dan reliabilitas dan validitas yang
rendah dari konsep penggolongan ini sendiri.
Gangguan Anxietas
Gangguan anxietas atau gangguan kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi
atau keadaan khawatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera
terjadi.
- Gangguan panik
(panic disorder)
- Gangguan
kecemasan menyeluruh (generalized
anxiety disorder)
- Gangguan
fobia (phobia disorder; fobia
spesifik, fobia sosial, agoraphobia)
- Gangguan
obsesif-kompulsif (obsessive-compulssive
disorder)
- Gangguan stress
akut dan gangguan stress pasca-trauma (acute
stress disorder and posttraumatic stress disorder)
Gangguan
Disosiatif dan Somatoform
Gangguan disosiatif adalah sebuah tipe
gangguan psikologis yang melibatkan suatu perubahan atau gangguan dalam fungsi
self – identitas, memori, atau kesadaran – yang membentuk sebuah kepribadian
utuh.
Gangguan somatoform adalah suatu
kelompok gangguan psikologis yang melibatkan keluhan akan simtom-simtom fisik
yang diyakini merefleksikan konflik atau isu psikologis yang mendasarinya. Pada
sejumlah kasus tidak ada dasar medis untuk simtom-simtom fisik yang dikeluhkan
tersebut, dan pada kasus yang lain, orang dapat memegang pandangan yang
berlebihan tentang makna dari simtom fisiknya dan percaya bahwa hal tersebut
merupakan tanda-tanda dari suatu penyakit serius meskipun secara medis tidak
demikian.
- Gangguan
disosiatif
a.
Gangguan
identitas disosiatif (dissociative
identity disorder)
b.
Fugue
disosiatif (dissociative fugue)
c.
Gangguan
depersonalisasi (depersonalization
disorder)
d. Sindrom
disosiatif yang terkait dengan budaya (amok,
zar)
- Gangguan somatoform
a.
Gangguan
konversi (conversion disorder)
b.
Hipokonriasis
c.
Gangguan
somatisasi (somatization disorder)
d.
Gangguan
dismorfik tubuh (body dismorphic
disorder)
Gangguan
Mood
Mood adalah kondisi perasaan yang terus
ada yang mewarnai kehidupan psikologis seseorang. Gangguan mood adalah kondisi
perasaan yang berlangsung lama dan parah dan mengganggu kemampuan mereka untuk
berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.
- Gangguan
depresi (unipolar)
a.
Gangguan
depresi mayor (depressive major disorder;
seasional affective disorder, post partum blues/baby blues)
b.
Gangguan
distimik (dysthymic disorder)
- Gangguan
perubahan mood (bipolar)
a.
Gangguan
bipolar (bipolar disorder; bipolar I
dan bipolar II)
b. Gangguan
siklotimik (cyclothymic disorder)
Gangguan
kepribadian (personality disorder)
Gangguan kepribadian adalah pola
perilaku atau cara berhubungan dengan orang lain yang benar-benar kaku.
Kekakuan tersbeut menghalangi mereka untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan
eksternal; sehingga pola tersebut pada akhirnya bersifat self-defeating.
Trait-trait kepribadian yang terganggu menjadi jelas di masa remaja atau dewasa
awal dan terus berlanjut semakin mendalam dan mengakar sehingga sulit untuk
diubah.
DSM membagi gangguan kepribadian menjadi
3 kelompok:
Kelompok A, orang yang dianggap aneh
atau eksentrik
Kelompok B, orang dengan perilaku yang
terlalu dramatis, emosiona, atau eratik (tidak menentu)
Kelompok C, orang yang sering kali
tampak cemas atau ketakutan
- Gangguan
kelompok A
a.
Gangguan
kepribadian paranoid (paranoid
personality disorder)
b.
Gangguan
kepribadian schizoid (schizoid
personality disorder)
c. Gangguan
kepribadian skizotipal (schizotypal
personality disorder)
- Gangguan
kelompok B
a. Gangguan
kepribadian antisosial (antisocial
personality disorder)
b.
Gangguan
kepribadian ambang (borderline personality
disorder)
c.
Gangguan
kepribadian histrionic (histrionic
personality disorder)
d.
Gangguan
kepribadian narsisistik (narcissistic
personality disorder)
- Gangguan
kelompok C
a.
Gangguan
kepribadian menghindar (avoidant
personality disorder)
b. Gangguan
kepribadian dependen (dependent
personality disorder)
c.
Gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif (obsessive-compulssive
personality disorder)
Gangguan
penggunaan zat (substance use disorder)
Gangguan penggunaan zat melibatkan
penggunaan maladaptive dari zat psikoaktif, mencakup penyalahgunaan zat (substance abuse) dan ketergantungan zat
(substance dependence)
Gangguan
Makan, Obesitas, dan Gangguan Tidur
Gangguan makan (eating disorder) memiliki karakteristik pola makan yang terganggu
dan cara ang maladaptive dalam mengontrol berat badan.
Gangguan makan berlebihan (binge-eating disorder/obesitas) adalah
pola makan secara berlebihan berulang kali tetapi tidak mengeluarkan makanan
tersebut sesudahnya.
Gangguan tidur (sleep disorder) adalah masalah tidur yang menyebabkan stres pribadi
yang signifikan atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan dan peran lainnya.
- Gangguan
makan
a. Anorexia nervosa
b. Bulimia nervosa
- Gangguan
tidur
a.
Dissomnia
(dyssomnias)
1)
Insomnia
2)
Hipersomnia
(hypersomnia)
3)
Narkolepsi
(narcolepsy)
4)
Gangguan
tidur terkait pernapasan (breathing-related
sleep disorder)
5)
Gangguan
irama tidur sirkadia (circadian rhythm
sleep disorder)
b. Parasomnia (parasomnias)
1)
Gangguan
mimpi buruk (nightmare disorder)
2)
Gangguan
terror tidur (sleep terror disorder)
3)
Gangguan
berjalan sambil tidur (sleepwalking
disorder)
Gangguan
Identitas Gneder, Parafilia, dan Disfungsi Seksual
Gangguan identitas gender adalah adanya
konflik antara anatomi gender yang dimiliki seseorang dengan identitas gender
yang diyakininya.
Parafilia (paraphilia) adalah gangguan
keterangsangan seksual sebagai respons dari stimulus seks yang tidak biasa.
Disfungsi seksual (sexual dysfunctions)
adalah masalah dalam minat, rangsangan, atau respons seksual.
- Parafilia
a.
Ekshibisionisme
b.
Voyeurisme
c.
Masokisme
seksual
d.
Fetishisme
(fetishisme transvestik)
e.
Froterisme
f.
Sadisme
seksual
g.
Pedofilia
- Disfungsi
seksual
a.
Gangguan
hasrat seksual (gangguan hasrat seksual hipoaktif, gangguan aversi seksual)
b.
Gangguan
rangsangan seksual (gangguan rangsangan seksual wanita, gangguan ereksi pria)
c.
Gangguan
orgasme (gangguan orgasme pria, gangguan orgasme wanita)
d.
Gangguan
nyeri/rasa sakit seksual (dyspareunia,
vaginismus)
Skizofrenia
dan Gangguan Psikotik Lainnya
- Gangguan
psikotik singkat (brief psychotid
disorder)
- Gangguan
skizofreniform (schizophreniform
disorder)
- Gangguan
delusi (delusional disorder)
- Gangguan spectrum
skizofrenia
- Skizofrenia
(tidak terorganisir/disorganized,
katatonik/catatonic, paranoid,
skizofrenia tipe I, skizofrenia tipe II)
Perilaku
Abnormal pada Anak dan Remaja
- Gangguan
perkembangan pervasive (autism, Asperger, Rett disorder, gangguan
diintegratif anak-anak/childhood disintegrative disorder)
- Retardasi
mental (mental retardation)
- Gangguan
belajar (learning disorder; gangguan matematika, gangguan menulis,
gangguan membaca)
- Gangguan
komunikasi (communication disorder; gangguan bahasa ekspresif, gangguan
bahasa campuran reseptif/ekspresif, ganggun fonologi, gagap)
- Gangguan
pemusatan perhatian dan tingkah laku bermasalah (ADHD, CD, ODD)
- Gangguan
eliminasi (enuresis, enkopresis)
Gangguan
kognitif dan gangguan terkait penuaan
- Delirium
- Demensia
- Gangguan
amnestik
Referensi:
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. Jakarta: Erlangga.