Aku lahir di mana?
Kemarin atau lusa ya?
Admin fakultas bertanya padaku, mengkonfirmasi tempat lahirku yang akan dituliskan di ijazah dan berkas-berkas kelulusan S2-ku.
"Benar ini nama tempat lahirnya, Dara?"
"Iya benar, Mba. Desa Teluk Kepayang Pulau Indah."
Setelah membalas demikian, aku jadi senyum-senyum sendiri. Teringat cerita dibaliknya.
Dulu, sejak SD hingga awal-awal SMA, setiap kali harus mengisi kolom identitas bagian tempat lahir, atau setiap kali ditanya mengenai tempat lahir, aku hanya menjawab, Bungo-Jambi, Tebo-Jambi, atau hanya Jambi saja. Sesukaku saja, sesuai mood saat itu.
Alasannya? Kadang karena malas menulis dan menyebutkan Desa Teluk Kepayang Pulau Indah yang panjang banget.
Kenapa kadang Bungo, kadang Tebo? Karena pada dasarnya, desa tempat lahirku itu berada diperbatasan kedua kabupaten itu, dan karena di masa lalu, kedua kabupaten memiliki sejarah sebagai satu kabupaten bernama Bungotebo yang kemudian dipecah menjadi Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Walau saat ini secara yuridiksial, Desa Teluk Kepayang Pulau Indah masuk ke Kabupaten Tebo.
Jadilah aku suka-suka aja menyebut kedua kabupaten itu sebagai tempat lahirku.
Alasan lainnya, dulu aku malu karena lahir di desa, di rumah pula, hanya dibantu oleh bidan desa yang juga teman Mamaku. Ngga keren kayak teman-teman lain yang lahir di ibukota kabupaten atau di ibukota provinsi, di rumah sakit dan dibantu oleh dokter. Haha... pride yang tidak perlu. Tapi, itu baru kusadari di tahun pertama Sekolah Menengah Atas.
Sekolah di boarding school yang memiliki paguyuban siswa-siswa dari daerah asal yang sama membuatku menumbuhkan jiwa kedaerahan. Lalu, bertemu dengan teman-teman dari berbagai daerah, dengan berbagai kearifan lokalnya, aku semakin menyadari dan menghargai betapa indah rasa lokal yang aku miliki. Mulailah aku merasa kagum pada berbagai bahasa daerah dan dialek daerah yang sangat...sangat...banyak.
Bayangkan saja, di Provinsi Jambi, dengan sembilan Kabupaten/Kota, setiap desanya punya bahasa dan dialek sendiri, punya corak batik sendiri, punya hasil alam unggulan sendiri. Tak heran, ketika awal tahun ajaran baru, tradisi bertukar buah tangan menjadi momen yang menyenangkan.
Lalu ketika SMA pula aku semakin sering mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai kompetisi ke luar kota hingga ke luar pulau. Semakinlah aku bangga menjadi putri daerah, dari pelosok Sumatera, dengan nama desa yang panjang dan kadang tak muat di kolom identitas. Haha...
Sejak saat itulah, setiap kali mengisi kolom identitas bagian tempat lahir, aku selalu menulis Desa Teluk Kepayang Pulau Indah secara lengkap tanpa disingkat sama sekali. Ada semacam perasaan bangga, sayang, dan rindu setiap kali menuliskannya.
Kini, dengan semua pencapaian yang kuraih, aku selalu menengok ke asalku. Dari desa. Ya. Dan aku pun senantiasa bersyukur, asalku tak membuatku kecil hati, tak membuatku rendah diri. Aku mampu berkomunikasi dengan banyak orang, terlepas dari latar belakang dan bahasa yang digunakan, karena aku telah dibekali oleh pendidikan yang baik. Aku mampu mewujudkan mimpi-mimpiku, dan bersiap untuk mewujudkan mimpi-mimpi orang-orang di sekitarku. Dari desa, aku menemui kota dengan penuh asa, dan aku siap menyapa dunia dengan penuh cinta dan cita.
Kalau kamu, ada cerita apa tentang tempat lahirmu? Tentang tempat asalmu?
