It's okay to be not okay
Iya. Ini judul drama Korea.
Aku sudah tertarik sejak drama ini disebut sebagai proyek pertama Kim Soo Hyun oppa setelah pulang wamil. Setelah banjir tawaran cameo di mana-mana, akhirnya doi ngedrama lagi dan masih mempertahankan rekor sebagai aktor termahal Korea.
Makin menarik lagi setelah Seo Ye Ji dikonfirmasi akan jadi lawan mainnya. Aku udah suka banget dengan aktingnya sejak di Moorim School dan Lawless Lawyer.
Dan...aku semakin dibuat menggila setelah konferensi pers dan plot cerita dan karakternya diberitakan kepada publik. Perawat pasien gangguan jiwa dan penulis dongen anak dengan kecenderungan kepribadian sosiopat. Jelas ini menggelitik rasa ingin tahuku.
Aku mengikuti drama ini saat penanyangannya di Netflix. Nungguin 2 episode setiap minggu, sometimes menyenangkan, sometimes menyesakkan.
Drama ini keren banget sih, seperti drama Korea lain yang risetnya niat banget. Cara mereka menggambarkan pasien adiktif, pasien PTSD, pasien autisme, sangat-sangat akurat. Bagaimana cara dokter/psikiater/psikolog memberikan pengobatan. Ugh... kece banget.
Again, drama ini menyampaikan pesannya, dan itu persis seperti judulnya. Bahwa ngga apa-apa kok kalau kita sedang tidak dalam keadaan baik-baik aja. Ngga apa-apa kok kalau kita menangis karena merasa tertekan, sesak, dan berat dengan permasalahan yang sedang dihadapi. Ngga apa-apa kok kalau kita membutuhkan sandaran, pelukan, dan penghiburan dari orang-orang terdekat. Ngga apa kok untuk mengaku lemah dan tak berdaya. Ngga apa-apa. Kita ngga perlu selalu kuat. Kita ngga perlu terlihat tegar setiap saat.
Lalu...tepat tadi malam aku menonton sebuah video di Youtube yang membahas bagaimana Rasulullah menghadapi masalah mental health ini. Apakah Rasulullah imun terhadap masalah-masalah kesehatan mental ini? Tentu saja tidak, Beliau pun hanya manusia. Beliau bahkan didera kesedihan luar biasa setelah kematian Khadijah dan Abu Thalib, hingga disebut tahun kesedihan atau amul huzni.
Lalu kalau ada yang bilang, "Rasulullah ngga ada tuh datang ke psikolog?" Ya jelas, Beliau dibimbing langsung oleh Allah SWT melalui Jibril. Selain itu, praktik dan perkembangan ilmu kesehatan mental ini berawal dari masanya dan masa setelahnya.
Ingat tentang hadis “Bila salah satu di antara kalian marah saat berdiri, maka duduklah. Jika marahnya telah hilang (maka sudah cukup). Namun jika tidak lenyap pula maka berbaringlah.” (HR. Abu Daud, no. 4782. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih). Sumber https://rumaysho.com/16156-5-kiat-meredam-marah.html
Atau tentang anjuran berwudhu ketika marah yang dinyatakan sebagai hadis hasan? Ternyata semakin banyak penelitian yang membuktikan efektivitas kedua anjuran ini dalam meredakan emosi negatif. Jadi, again...praktik psikoterapi seperti ini sudah ada sejak dulu, bahkan diajarkan langsung oleh manusia paling mulia di dunia.
Sekali lagi aku dibuat bangga dan cinta pada keilmuan yang kudalami, karena darinya pula kupelajari dan kuresapi ruh Illahi dan kekasih-Nya.
Lalu kenapa harus ke psikolog? Ngga cukup dengan mengadu pada Allah saja?
Prinsipnya sama dengan kita datang pada dokter (karena keilmuan dokter lebih dulu berkembang dan diakui, kita pakai analogi ini aja ya). Kadang kita tahu ada yang salah dengan diri kita, toh kita yang merasakan sakitnya, kita juga udah berdoa pada Allah untuk mengangkat penyakit kita, tapi kita tetap datang ke dokter, untuk apa? Untuk mendengarkan pendapat profesionalnya dan mengikuti anjuran atau tindakan medisnya, karena ia mempelajari keilmuan ini secara mendalam.
Seperti itu pula dengan psikolog. Kita bertawakal dengan berdoa, memohon petunjuk-Nya, meminta-Nya melembutkan hati kita, memudahkan usaha kita. Tapi bentuk usaha kita adalah berusaha menyelesaikan masalahnya, ya kan? Kadang, karena emosi yang dirasakan terlalu banyak, kita tanpa sadar menggunakan kacamata kuda sehingga tidak bisa 'melihat' jalan keluarnya. Saat itulah kita datang ke psikolog untuk mendengarkan berbagai perspektif secara lebih objektif.
Jadi...ngga apa-apa kok kalau kita ngga apa-apa. Tapi jadi apa-apa kalau kita ngga melakukan apapun untuk menyelesaikannya. Karena tahukah teman-teman? Usaha kita mencari bantuan ke psikolog merupakan salah satu bentuk ikhtiar kita.
Itu dulu bahasan randomku kali ini. Semoga hari teman-teman baik dan bahagia. Aamiin.